Selasa, 19 Juni 2012

herbarium

Herbarium


Dalam botani, herbarium  kadang-kadang dikenal dengan istilah herbar inggris – adalah koleksi spesimen tanaman diawetkan. Spesimen ini mungkin seluruh tanaman atau bagian tanaman: ini biasanya akan berada dalam bentuk kering, dipasang pada selembar kertas, tetapi tergantung pada materi juga dapat disimpan dalam alkohol atau pengawet lainnya. Istilah yang sama sering digunakan dalam mikologi untuk menggambarkan koleksi setara dengan jamur diawetkan, atau dikenal sebagai sebuah fungarium.Istilah ini juga dapat merujuk pada bangunan di mana spesimen disimpan, atau lembaga ilmiah yang tidak hanya menyimpan tetapi meneliti ini spesimen. Spesimen yang di herbarium sering digunakan sebagai bahan referensi dalam menggambarkan takson tanaman, beberapa spesimen mungkin jenis.Xylarium adalah spesimen herbarium yang mengkhususkan diri dalam kayu. Sebuah hortorium (seperti di Liberty Hyde Bailey Hortorium) adalah salah satu yang mengkhususkan diri dalam spesimen pengawetan dan pembudidayaan tanaman.
Pengawetan Spesimen
Untuk menjaga bentuk dan warna, tanaman dikumpulkan di lapangan tersebar rata pada lembar kertas dan dikeringkan, biasanya dalam menekan tanaman, antara tinta atau kertas penyerap. Spesimen, yang selanjutnya dipasang pada lembaran kertas putih kaku, diberi label dengan semua data penting, seperti tanggal dan tempat ditemukan, deskripsi tanaman, ketinggian, dan kondisi habitat khusus. Lembar ini kemudian ditempatkan dalam kasus pelindung. Sebagai pencegahan terhadap serangan serangga, tanaman ditekan dibekukan atau diracun dan kasusnya didesinfeksi.Kelompok-kelompok tertentu tanaman yang lembut, besar, atau tidak bisa menerima pengeringan dan pemasangan pada lembaran. Untuk tanaman ini, metode lain untuk persiapan dan penyimpanan dapat digunakan. Sebagai contoh, kerucut konifer dan daun palem dapat disimpan dalam kotak berlabel. Perwakilan bunga atau buah-buahan dapat diawetkan dalam formalin untuk mengawetkan struktur tiga dimensi mereka. Spesimen kecil, seperti lumut dan lumut lichen, sering dikeringkan dan dikemas dalam amplop kertas kecil.Tidak peduli metode pelestarian, informasi rinci di mana dan kapan tanaman itu dikumpulkan, habitat, warna (karena mungkin memudar dari waktu ke waktu), dan nama kolektor biasanya disertakan.
Penggunaan
Herbarium sangat penting untuk studi taksonomi tanaman, studi tentang distribusi geografis, dan stabilisasi nomenklatur. Oleh karena itu diinginkan untuk menyertakan dalam spesimen sebanyak mungkin tanaman (misalnya, bunga, batang, daun, biji, dan buah). Linnaeus Herbarium ‘sekarang menjadi milik Linnean Society di Inggris.Spesimen disimpan di herbarium dapat digunakan untuk katalog atau mengidentifikasi flora daerah. Sebuah koleksi besar dari area tunggal digunakan dalam menulis panduan lapangan atau manual untuk membantu dalam identifikasi tanaman yang tumbuh di sana. Dengan spesimen yang tersedia, penulis panduan ini akan lebih memahami variabilitas dalam bentuk tanaman dan distribusi alam dimana tanaman tumbuh.Herbarium juga melestarikan catatan sejarah perubahan vegetasi dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kasus, tanaman menjadi punah di satu wilayah, atau mungkin menjadi punah sama sekali. Dalam kasus tersebut, spesimen yang diawetkan di herbarium yang dapat mewakili catatan hanya distribusi asli pabrik. Lingkungan ilmuwan menggunakan data tersebut untuk melacak perubahan iklim dan dampak manusia. Banyak jenis ilmuwan menggunakan herbarium untuk mengawetkan spesimen voucher; sampel representatif dari tanaman yang digunakan dalam studi tertentu untuk menunjukkan secara tepat sumber data mereka.
Mereka juga dapat menjadi penyimpanan benih yang layak untuk spesies langka.
Contoh herbarium:
Herbarium Hibiscus grandiflorus Michx.
Herbarium Eucalyptus verrucata
 
writer by zahrohul ramadhani

simplisia


Simplisia & Proses Pembuatannya




Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Simplisia Nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari tanamannya.
b. Simplisia Hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia mumi (minyak ikan / oleum iecoris asselli, dan madu / Mel depuratum).
c. Simplisia Mineral atau Pelikan adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (serbuk seng dan serbuk tembaga).

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu simplisia yaitu sebagai berikut :

  1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis),  serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
  2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
  3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
Untuk mengetahui kebenaran dan  mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.
  1. Uji   Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui khususnya bau dan rasa simplisia yang diuji.
  2. Uji Makroskopik. Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.
  3. Uji mikroskopik. Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur  – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia.
  4. Uji Histokimia. Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan  yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang  spesifik pula sehingga mudah dideteksi
Proses Pembuatan Simplisia
A. Waktu Panen 
Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode kritis yang sangat menen-tukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kua-litas dan kuantitas. Setiap jenis tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga tanaman yang mengalami stres lingkungan akan memiliki waktu panen yang ber-beda meskipun jenis tanamannya sama. Berikut ini diuraikan saat panen yang tepat untuk beberapa jenis tanaman obat.
Biji. Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu pematangan dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan pada saat biji telah masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong mengalami perubahan warna misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi agak kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman se-musim yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu luasan tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate dan tahunan, yang umumnya dipanen secara ber-kala berdasarkan pemasakan dari biji/polong.
Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik. Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang sedap. Begitu pula halnya dengan pemanenan yang terlambat akan menyebabkan pe-nurunan kualitas karena akan terjadi perombakan bahan aktif yang ter-dapat di dalamnya menjadi zat lain. Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat busuk.
Daun. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga rendah, seperti tanaman jati belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan, cincau 3 - 4 bulan dan lidah buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam. Demikian juga dengan pe-manenan yang terlambat menyebab-kan daun mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah ter-degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses panen.
Rimpang. Untuk jenis rimpang waktu pe-manenan bervariasi tergantung peng-gunaan. Tetapi pada umumnya pemanenan dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 - 10 bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan eks-por dalam bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan setelah tanam. Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen yang tepat ditandai dengan mulai menge-ringnya bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (daun dan batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan kencur.
Bunga. Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal. Berbeda dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga sedang mekar. Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam keadaan masih kuncup menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
Kayu. Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan ke-cepatan pembentukan metabolit sekundernya. Tanaman secang baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
Herba. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum ta-naman berbunga. Pemanenan yang dilakukan terlalu awal mengakibat-kan produksi tanaman yang kita dapatkan rendah dan kandungan bahan aktifnya juga rendah. Sedang-kan jika pemanenan terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang tanaman sudah berkayu. Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di-panen pada umur 3 - 4 bulan, pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk.
B. Cara Panen Bahan Baku Simplisia
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).

C. Penanganan Pasca Panen
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
  • Penyortiran (Sortir Basah)
Penyortiran basah dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
  • Pencucian
Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
    • Perendaman bertingkat
Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.
    • Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.
    • Penyikatan (manual maupun otomatis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme.
  • Penirisan / Pengeringan
Setelah pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung digunakan dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai standar perdagangan, karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
  1. Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
  2. Mutu II : bobot 150 - 249 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
  3. Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.
Untuk ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan, karena pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe yang diinginkan adalah bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran bahan langsung dikemas dengan menggunakan jala plastik atau sesuai dengan permintaan. Di samping dijual dalam bentuk segar, rimpang juga dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang dikeringkan.
  • Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang (slice).
  • Pengeringann
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula de-ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C. Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi surya, dimana suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai peren-aman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng-uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya 13,18% dan kurkumin 1,89%.
Di samping menggunakan sinar matahari langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 500C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 - 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
  • Penyortiran (Sortir Kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
  • Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.
  • Penyimpana
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
    • Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
    • Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
    • Suhu gudang tidak melebihi 300C.
    • Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
    • Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
    • Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan harus dicegah.

writer by; atika uswatun hasanah

Fitofarmaka

JAMU, OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT) DAN FITOFARMAKA

Banyak masyarakat bingung tentang kehadiran produk fitofarmaka bernama Stimuno yang berisi ekstrak meniran yang  dikabarkan bisa merusak ginjal. Juga beredar berita bahwa produk Echinacea seperti dalam produk Imboost tidak ada khasiatnya. Echinacea kandungan zat aktifnya yang mempunyai efek farmakologis adalah polisakarida aktif yang mempunyai struktur antigen sehingga bisa berikatan dengan epitop antibodi membentuk kompleks imun. Dengan adanya ikatan ini sifatnya lebih kepada imunostimulan yaitu memicu sistem pertahanan tubuh.
Untuk meniran, sebenarnya ada 2 tanaman yaitu species Phyllantus niruri dan Phyllanthus urinaria. Secara umum perbedaan antara Phyllantus niruri dan Phyllantus urinaria terletak pada warna batangnya. Phyllantus niruri memiliki batangnya berwarna putih sedangkan Phyllantus urinaria batangnya berwarna merah. Keduanya memang mempunyai sifat diuresis yaitu sifat mengeluarkan air kencing, dan tentu proses ini berhubungan erat dengan kerja ginjal. Ya memang demikian, sebelum di-klaim sebagai imunomodulator meniran telah dikenal sebagai obat yang bikin kencing.
Bagaimana dengan sifat diuresis tersebut? Pada dosis tertentu ternyata mempunyai efek imunostimulan, (baca artikel:  Stimuno Untuk Kekebalan Tubuh) dan pada kadar tertentu juga bersifat diuresis. Si batang merah ini sifat diuresisnya lebih kuat dibanding P. niruri. Bagaimana dengan penderita ginjal? Berikut komentar bapak Didik Gunawa, Dosen Farmasi UGM (sekarang sudah almarhum):
“Sebagai penderita gagal ginjal, kemampuan tubuh untuk pembentukan Hb terhenti, sehingga kadar Hb saya setiap waktu cenderung turun dan tiap 6 bulan sekali butuh transfusi darah.
Dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa herba meniran (Phyllanthus niruri) memiliki kemampuan meningkatkan kadar Hb dalam darah, dan setelah saya coba mengkonsumsi infusa herba meniran dalam waktu 2 bulan, ternyata potensi itu memang terbukti bisa meningkatkan kadar Hb dalam darah.
Dari hasil penelitian pula dilaporkan bahwa meniran berfungsi membantu aktivitas kerja hormon pembentuk Hb (alfa atau beta Haemapoeitin : yang hormon ini tidak lagi diproduksi oleh ginjal yang rusak).
Sejak itu selama 2 tahun terakhir, saya tidak lagi pernah transfusi darah, dan Hb saya stabil antara 8,5 – 9,5 (kadar normal orang sehat = 12).
Transfusi disarankan kalau kadar Hb turun sampai 7 ke bawah.
Semoga informasi ini bisa dimanfaatkan para penderita gagal ginjal yang lain. “

JAMU, Obat herbal terstandar (OHT) dan Fitofarmaka
Stimuno telah mendapatkan sertifikat Fitofarmaka oleh BPOM. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi. Uji klinis yaitu uji yang dilakukan terhadap manusia, sedangkan OHT baru uji praklinik saja yaitu pada hewan percobaan. (Baca: Clinical Research)
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Mungkin Anda ingat iklan Tolak Angin yang dibintangi oleh dr. Laula Kamal yang dikatakan telah di uji pra-klinik di laboratorium beberapa universitas. Tentang pembagian jamu, OHT, dan fitofarmaka (baca : KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA – dari BPOM).
Apa makna dengan diberikannya grade fitofarmaka pada Stimuno? Tentu grade-nya naik, golongan fitofarmaka telah mampu disejajarkan dengan obat modern dan dokter bisa meresepkan produk fitofarmaka kepada pasien. Jika ada produk serupa, misal perusahaan X yang sama-sama membuat obat serupa dengan kandungan sama-sama meniran 50 mg, apakah boleh mencantumkan fitofarmaka dalam kemasannya? Jawabnya tentu tidak bisa. Walau bahannya sama tentu formulasinya berbeda. Formulasi yaitu rangkaian dari formula (zat berkhasiat), bahan tambahan, kadar, dan proses produksi. Jika formulasi berbeda maka dalam melepaskan zat berkhasiat juga berbeda. Kesatuan formulasi produk akhir juga harus diuji, ini karena ada bahan yang dalam bentuk tunggal, keduanya aman dan berkhasiat, namun ketika digabung malah menghasilkan efek yang merugikan, contohnya adalah pecampuran meniran dan jinten hitam (habatus saudah).
Meniran (Phyllanthus niruri) berkhasiat sebagai imunostimulan dan bersifat tidak toksik. Jinten hitam (Nigella sativa) berkhasiat imunostimulan, juga tidak toksik. Namun, jangan mencampur kedua bahan ini karena campuran meniran dan jinten hitam bisa menyebabkan hepatotoksik (toksik pada hati). Mengapa? Sehingga, pengujian toksisitas seharusnya dilakukan pada produk akhir.
Apalagi untuk obat herbal, lebih banyak variasinya. Walau sama-sama meniran, namun sistem penanaman berbeda, asal tanaman berbeda (satu di dataran tinggi, satu lagi di dataran rendah), musim kemarau dan musim hujan, spesies berbeda walau genusnya sama (Echinacea purpurea, Echinacea angustifolia, dan Echinacea pallida) tentu kandungan metabolit juga berbeda, dan bisa berbeda pula efek yang dihasilkan. Jadi oleh perusahaan X tersebut tidak boleh mencantumkan label Fitofarmaka karena perusahaan X tidak tahu produknya diformulasi sama tidak dengan Stimuno, juga bagaimana respon kliniknya juga belum diteliti, walau sama-sama mengandung bahan yang sama, yaitu meniran.
Good Agriculture Practise (GAP)
Oleh karena bayak variabel yang berbeda dalam herbal walau sama-sama tanamannya maka dikembangkan GAP. Yaitu upaya untuk standardisasi dimulai sejak budi daya. Hal ini dimaksudkan supaya diperoleh keterulangan yang sama antarproduk yang dibuat. Ini dianalogikan dengan proses pembuatan obat sintetis yaitu dari proses bahan baku, proses produksi, uji kestabilan, uji kualitas semua ada SOP-nya (prosedur tetap/protap).
OHT vs FITOFARMAKA
Fitofarmaka, masih banyak orang yang asing dengan istilah ini. Jumlah fitofarmaka di Indonesia hingga tahu 2011 hanya ada 5 yaitu Stimuno (Dexa Medica), X-Gra (Phapros), Tensigard (Phapros), Rheumaneer (Nyonya mener), dan Nodiar (Kimia Farma). (Baca : Fitofarmaka di Indonesia). Sedangkan OHT mencapai 17 dan golongan jamu mencapai ribuan.
Mengapa Fitofarmaka jumlahnya sedikit sekali, padahal kekayaan hayati Indonesia sangat besar? Alasan klasik yaitu masalah waktu dan biaya. Untuk menuju grade fitofarmaka diperlukan dana milyaran hingga triliunan dan waktu bisa lima sampai belasan tahun. Selain kedua alasan di atas, sebenarnya ada satu alasan lagi mengapa para produsen “belum mau” mengangkat produknya menuju ke fitofarmaka. Yaitu belum populernya fitofarmaka dan masyarakat belum paham makna penggolongan grade-grade tersebut.
Contoh, Anda tahu  Tolak Angin? Pada awalnya  produk ini adalah Jamu, namun sekarang sudah OHT. Bagi konsumen, jelas dengan kenaikan grade ini semakin meningkatkan kepercayaan, obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga lebih terjamin produknya. Masyarakat kita baru sampai tahap ini saja, bisa membedakan Jamu dan OHT, namun belum sampai ke fitofarmaka.
Jadi masyarakat belum tahu apa makna label Fitofarmaka di suatu produk. Maksudnya apa? Jika kita di Apotek disuguhkan oleh apoteker 2 produk, 1 stimuno dan 1 lagi obat yang mengandung sama-sama meniran, malah ada tambahan Echinacea dan Zn, Vitamin C, dengan harga lebih murah, juga kemasan yang lebih menarik. Tentu masyarakat akan cenderung memilih produk X.
Di sini yang jadi titik kritis, walau bisa dikatakan produk X lebih “pepak/komplit” tapi ini belum diuji formulasinya ke klinik (manusia/pasien), jadi kita belum tahu bagaimana satu-kesatuan tersebut (formulasi) efeknya pada manusia. Walau sudah di-claim masing-masing bahan oleh jurnal-jurnal ilmiah. Terus timbul pertanyaan, apakah dengan label Fitofarmaka lantas obat jadi tambah manjur? Tentu tidak, cuma khasiat dari satu-kesatuan (formulasi) produk tersebut telah teruji dan dibuktikan secara klinik/ilmiah.
Bagaimana dari sisi produsen mengapa tidak mengangkat lagi produk OHT-nya ke arah fitofarmaka? Jawabnya: Mungkin jawabannya “Jangan dulu. Dalihnya, masyarakat saat ini pahamnya OHT lebih tinggi dari Jamu dan belum kenal dengan fitofarmaka. Lalu buat apa saya repot-repot mengangkat ke fitofarmaka dengan biaya dan waktu yang lama, namun tidak menambah revenue dari modal tersebut. OHT saja sudah cukup menaikkan pamor, sudah bisa menghasilkan revenue dalam jumlah besar, jadi nanti saja ke fitofarmaka-nya”. Ini adalah salah satu kendala fitofarmaka untuk berkembang luas dan berhenti di OHT saja.
Lagi pula, tidak ada jaminan bahwa dengan fitofarmaka lantas penjualan akan terus meningkat dan menjadi block-buster? Buktinya Stimuno bukan “revenue center” utama dari Dexa Medica. Dengan membuat fitofarmaka, lebih mengarah ke PENCITRAAN. “Oh, disana udah berhasil fitofarmaka …”. Dan ini mengakat nama pabrik secara keseluruhan (Brand corporate awareness).
Masalah Lain Obat Herbal
Pertama, terlalu bombastis. Masih ingat dalam ingatan ketika VCO atau buah merah yang di-claim bisa mengobati penyakit A, B, C, … sampai Z. Para ahli pun bertanya: mana buktinya? Mana penelitiannya? Ya perlu dipahami bahwa para tenaga kesehatan kita perlu bukti untuk bisa percaya terhadap herbal. Oleh karena itu, pemerintah sekarang dengan sangat gencar menggarap program “Saintifikasi Jamu”. Saya ambil contoh: ada suatu sediaan JAMU, dalam kemasan menyebut : berkhasiat untuk mengobati penyakit HEPATITIS A. Ini tidak boleh. Boleh disebutkan jika tertulis : JAMU X untuk mendukung terapi penyakit Hepatitis A. Jadi bukan JAMU X yang menyembuhkan, hanya sebagai terapi suportif dalam penyembuhan suatu penyakit.
Kedua, yaitu tentang efek kerja herbal. Obat herbal bekerja tidak “ces-pleng/joss” seperti obat sintetis, obat herbal perlu waktu (onset) lebih lama karena model aksi kerjanya juga berbeda. Jadi jika Anda menemui JAMU untuk asam urat, namun bisa menyembuhkan rasa sakit dalam waktu kurang dari 1 jam, justru Anda patut curiga. JAMU tersebut pasti dicampur dengan Dexamethason, obat sintetik yang emang ces-pleng untuk hilangkan pagal-pegal.
Jadi obat herbal lebih tepat digunakan untuk penyakit metabolisme seperti diabetes mellitus, asam urat, kolestrol, kanker, dsb, dan tidak cocok untuk penyakit akut atau perlu efek/tindakan yang cepat. Karena mode aksinya berbeda. Rheumaner (obat herbal-fitofarmaka) memang potensinya lebih rendah dibanding Indometasin (obat sintetik). Tapi tentu efeknya akan berbeda, karena farmakologi molekulernya juga berbeda. Indometacin melalui aksi penghambatan COX saja, sedangkan Rheumaner karena dari tanaman maka kandungan zat aktifnya banyak dan punya aksi farmakologis sendiri-sendiri dan saling mendukung satu sama lain, kerjanya sinergis.
Efek samping obat kimia lebih besar karena di senyawa tunggal dan diaplikasikan/diberikan dalam jumlah besar jika kerjanya tidak selektif bisa mempengaruhi organ fisiologis lain sehingga muncul efek yang tidak diinginkan. Lalu apakah obat herbal selalu aman dan tidak ada efek samping? Jangan salah, obat herbal pun bisa berperilaku layaknya obat sintetis. Seperti contoh Datura metel (kecubung) yang digunakan untuk obat asma, kalau berlebihan bisa bikin mabuk karena kandungan tropan alkaloid bisa berperilaku seperti atropine. Mahkota dewa, yang dijadikan obat adalah daging buahnya, namun jika biji kulit ikut tercampur bisa mengakibatkan pusing, mual, dan muntah. Cabe jawa, bisa menyababkan keguguran pada ibu-ibu di awal kehamilan. Symphytum comfrey bisa membuat hepatotoksik (kerusakan hepar/hati).
Apakah obat herbal harus lari sampai ke isolat (penemuan senyawa aktif) atau cukup ekstrak saja?
Sebelumnya saya ambil contoh ini. Tanaman tapak dara mempunyai kandungan zat aktif vincristine dan vinblastine. Kedua senyawa telah mampu diisolasi menjadi senyawa tunggal dan banyak digunakan pada terapi kanker. Dalam kasus seperti ini tepat, zat aktif diisolasi karena dalam penyakit kanker perlu dosis tertentu dan tepat, jika digunakan ekstrak maka berapa kg ekstrak yang dibutuhkan untuk bisa berkhasiat.
Lain lagi cerita dengan doxorubicin. Senyawa ini dihasilkan oleh sejenis jamur. Doxorubicin merupakan alkaloid yang juga digunakan pada penyakit kanker, namun ketika Anda minum obat ini maka efek samping yang tidak diinginkan yaitu rambut rontok dan sumsum tulang kering. Ternyata efek doxorubicin tidak hanya bekerja membunuh sel kanker, tapi juga membunuh sel yang lain.
Contoh lain yaitu tanaman yang diteliti oleh salah satu profesor di Fakultas Farmasi UGM yaitu Piper cubeba (kemukus). Khasiatnya yaitu sebagai trachea-spasmolitik. Tanaman diuji dengan bioassay guided maksudnya: dari ekstrak kental misal ekstrak etanol, lalu difraksinasi dengan pelarut nonpolar sampai polar, lalu masing-masing fraksi diujikan farmakolgis pada hewan atau sel. Dari uji farmakologis, ketemu fraksi mana yang berkhasiat lalu dilanjutkan isolasi preparatif untuk menuju senyawa tunggal.
Contoh lain pada Orthosipon (kumis kucing) untuk penderita batu ginjal. Kadungan utamnya yaitu chromen yang sudah terbukti berkhasiat sebagai diuresis; flavonoid yang bisa menghancurkan batu ginjal; dan garam kalium yang juga sebagai diuresis. Jika ekstrak difraksi terus diambil hanya chromen saja, maka efek ke penyembuhan batu ginjal bisa turun karena ketiganya bekerja secara sinergis.
Senyawa Marker, Apakah Itu?
Merupakan senyawa penanda, yang hanya ada pada tanaman tersebut.  Contoh pada temulawak, senyawa markernya adalah xantorizol, pada purwoceng yaitu germacron. Marker mempunyai 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan analisis. Purwoceng markernya adalah germacron, senyawa ini hanya ditemukan di purwoceng, tapi dia bukan zat aktifnya, zat aktifnya adalah stigmasterol. Tapi stigmasterol juga ditemukan di cabe jawa. Oleh karena itu sering ditemukan adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa, karena harga purwoceng jauh lebih mahal. Ketika yang diuji Stigmasterolnya maka tidak terlihat bedanya karena cabe jawa memang ada zat yang sama. Jadi marker berperan sebagai identitas ekstrak. Jadi yang perlu dianalisis adalah germacron-nya.
Artikel ini ditulis berasal dari disuksi dengan saudara Puguh Novi Arsito, seorang Apoteker dari minat Farmasi Bahan Alam. Ini adalah pertama kalinya, UGM meluluskan sarjana farmasi minat bahan alam, untuk bertugas mengolah kekayaan hayati berkhasiat obat yang ada di Indonesia (misi fakultas).


writer by; Tiara Firdaus

Macam- Macam Obat

Macam-Macam Obat dan Tujuan Penggunaannya
Label: obat. Dibaca: 69438 kali. Facebook Share: 50.Twitter Share: 26. Rating: ♥♥♥
Anggota DechaCare.com
Daftar sekarang (GRATIS)
Daftarkan email Anda, selanjutnya DechaCare.com akan mengirim informasi pilihan Anda ke email Anda. Informasi selengkapnya...

Terbaru: DechaCare.com API
Akse ke DechaCare.com API bagi developer website informasi kesehatan.
Dokumentasi DechaCare.com API selengkapnya.
Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ketikapun bagi kita yang berpraktek di apotek, maka perlu diperhatikan benar etiket obat yanbg dibuat. Misalnya tablet dengan kaplet itu berbeda, atau tablet yang harus dikunyah dulu (seperti obat maag golongan antasida), seharusnyalah etiket obat memuat instruksi yang singkat namun benar dan jelas. Jangan sampai pasien menjadi bingung dengan petunjuk etiket obat. Oleh karena itu penting sekali bagi kita semua untuk mengetahui bentuk sediaan obat.

1. Pulvis (serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.

2. Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.Contohnya adalah puyer.

3. Tablet (compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet kempa
paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
b. Tablet cetak
Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan
c. Tablet trikurat
tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. sudah jarang ditemukan
d. Tablet hipodermik
Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet sublingual
dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakan tablet di bawah lidah.
f. Tablet bukal
Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi
g. tablet Effervescent
Tablet larut dalam air. harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab.
Pada etiket tertulis "tidak untuk langsung ditelan"
h. Tablet kunyah
Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

4. Pil (pilulae)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.

5. Kapsul (capsule)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul adalah :
a. menutupi bau dan rasa yang tidak enak
b. menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)
d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
e. Mudah ditelan

6. Kaplet (kapsul tablet)
Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval seperti kapsul.

7. Larutan (solutiones)
Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,cara peracikan, atau penggunaannya,tidak dimasukan dalam golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).

8. Suspensi (suspensiones)
Merupakan sedian cair mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. macam suspensi antara lain : suspensi oral (juga termasuk susu/magma),suspensi topikal (penggunaan pada kulit) suspensi tetes telinga (telinga bagian luar),suspensi optalmik,suspensi sirup kering.

9. Emulsi (elmusiones)
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

10. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.

11. Ekstrak (extractum)
Merupakan sediaan yang pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan zat pelarut yang sesuai.kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.

12. Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.

13. Imunoserum (immunosera)
Merupakan sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular0 dan mengikut kuman/virus/antigen.

14. Salep (unguenta)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.

15. Suppositoria
Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan adalah :
a. Penggunaan lokal -> memudahkan defekasi serta mengobati gatal,iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
b. Penggunaan sistematik -> aminofilin dan teofilin untuk asma,klorpromazin untuk anti muntah,kloral hidrat untuk sedatif dan hipnitif,aspirin untuk analgesik antipiretik.

16. Obat tetes (guttae)
Merupakan sediaan cair berupa larutan,emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan farmakope indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain : guttae (obat dalam), guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes hidung), guttae opthalmicae (tetes mata).

17. Injeksi (injectiones)

Merupakan sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.

writer by; Mariyah Ulfa

BAKTERIOLOGI

Dasar-dasar Bakteriologi


bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan mahluk hidup yang lain .
Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada tempat-tempat yang ekstrim.
Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain. Bakteri adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik (mikroskopis).
Ciri-ciri Bakteri
Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan mahluk hidup lain yaitu :
1. Organisme multiselluler
2. Prokariot (tidak memiliki membran inti sel )
3. Umumnya tidak memiliki klorofil
4. Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 s/d ratusan mikron umumnya memiliki ukuran rata-rata 1 s/d 5 mikron.
5. Memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam
6. Hidup bebas atau parasit
7. Yang hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas,kawah atau gambut dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan
8. Yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan dinding selnya mengandung peptidoglikan
Struktur Bakteri
Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu:
1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula penyimpanan
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, Vakuola gas dan endospora.
Struktur dasar sel bakteri
struktur-bakteri1
Struktur dasar bakteri :
1. Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis).
2. Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein.
3. Sitoplasma adalah cairan sel.
4. Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA.
5. Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.
granula
Struktur tambahan bakteri :
1. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila
lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air.
2. Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel.
3. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus.
4. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.
5. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.
6. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.
Bentuk Bakteri
Bentuk dasar bakteri terdiri atas bentuk bulat (kokus), batang (basil),dan spiral (spirilia) serta terdapat bentuk antara kokus dan basil yang disebut kokobasil.
Berbagai macam bentuk bakteri :
1. Bakteri Kokus :

kokus
a. Monokokus
yaitu berupa sel bakteri kokus tunggal
b. Diplokokus
yaitu dua sel bakteri kokus berdempetan
c. Tetrakokus yaitu empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi empat.
d. Sarkina yaitu delapan sel bakteri kokus berdempetan membentuk kubus
e. Streptokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan membentuk rantai.
f. Stapilokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur
2. Bakteri Basil :
basil
a. Monobasil
yaitu berupa sel bakteri basil tunggal
b. Diplobasil yaitu berupa dua sel bakteri
basil berdempetan
c. Streptobasil yaitu beberapa sel bakteri basil berdempetan membentuk rantai
3. Bakteri Spirilia :
spirilia
a. Spiral yaitu bentuk sel bergelombang
b. Spiroseta yaitu bentuk sel seperti sekrup
c. Vibrio yaitu bentuk sel seperti tanda baca koma
Alat Gerak Bakteri
Alat gerak pada bakteri berupa flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagellum memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi lingkungan yang menguntungkan dan menghindar dari lingkungan yang merugikan bagi kehidupannya.
Flagellum memiliki jumlah yang berbeda-beda pada bakteri dan letak yang berbeda-beda pula yaitu
1. Monotrik : bila hanya berjumlah satu
2. Lofotrik : bila banyak flagellum disatu sisi
3. Amfitrik : bila banyak flagellum dikedua ujung
4. Peritrik : bila tersebar diseluruh permukaan sel bakteri
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan pada bakteri mempunyai arti perbanyakan sel dan peningkatan ukuran populasi.
Faktor–faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri atau kondisi untuk pertumbuhan optimum adalah :
1. Suhu
2. Derajat keasaman atau pH
3. Konsentrasi garam
4. Sumber nutrisi
5. Zat-zat sisa metabolisme
6. Zat kimia
Hal tersebut diatas bervariasi menurut spesies bakterinya.
Cara Perkembangbiakan bakteri:
Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara aseksual (vegetatif = tak kawin) dengan membelah diri. Pembelahan sel pada bakteri adalah pembelahan biner yaitu setiap sel membelah menjadi dua.
Reproduksi bakteri secara seksual yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan bakteri lainnya.
Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA.
Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.
transformasi
2. Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus bakteri).
transduksi
3. Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.
konjugasi
Peranan Bakteri
Dalam kehidupan manusia bakteri mempunyai peranan yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Bakteri yang menguntungkan adalah sebagai berikut :
1. Pembusukan (penguraian sisa-sisa mahluk hidup contohnya Escherichia colie).
2. Pembuatan makanan dan minuman hasil fermentasi contohnya Acetobacter pada pembuatan asam cuka, Lactobacillus bulgaricus pada pembuatan yoghurt, Acetobacter xylinum pada pembuatan nata de coco dan Lactobacillus casei pada pembuatan keju yoghurt.
3. Berperan dalam siklus nitrogen sebagai bakteri pengikat nitrogen yaitu Rhizobium leguminosarum yang hidup bersimbiosis dengan akar tanaman kacang-kacangan dan Azotobacter chlorococcum.
4. Penyubur tanah contohnya Nitrosococcus dan Nitrosomonas yang berperan dalam proses nitrifikasi menghasilkan ion nitrat yang dibutuhkan tanaman.
5. Penghasil antibiotik contohnya adalah Bacillus polymyxa (penghasil antibiotik polimiksin B untuk pengobatan infeksi bakteri gram negatif, Bacillus subtilis penghasil antibioti untuk pengobatan infeksi bakteri gram positif,Streptomyces griseus penghasil antibiotik streptomisin untuk pengobatan bakteri gram negatif termasuk bakteri penyebab TBC dan Streptomyces rimosus penghasil antibiotik terasiklin untuk berbagai bakteri.
6. Pembuatan zat kimia misalnya aseton dan butanol oleh Clostridium acetobutylicum
7. Berperan dalam proses pembusukan sampah dan kotoran hewan sehinggga menghasilkan energi alternatif metana berupa biogas. Contohnya methanobacterium
8. Penelitian rekayasa genetika dalam berbagai bidang.sebagai contoh dalam bidang kedokteran dihasilkan obat-obatan dan produk kimia bermanfaat yang disintesis oleh bakteri, misalnya enzim, vitamin dan hormon.
Bakteri yang merugikan sebagai berikut :
1. Pembusukan makanan contohnya Clostridium botulinum
2. Penyebab penyakit pada manusia contohnya Mycobacterium tuberculosis ( penyebab penyakit TBC ), Vibrio cholerae ( penyebab kolera atau muntaber ), Clostridium tetani (penyebab penyakit tetanus ) dan Mycobacterium leprae (penyebab penyakit lepra )
3. Penyebab penyakit pada hewan contohnya Bacilluc antrachis (penyebab penyakit antraks pada sapi )
4. Penyebab penyakit pada tanaman budidaya contohnya Pseudomonas solanacearum (penyebab penyakit pada tanaman tomat, lombok, terung dan tembakau) serta Agrobacterium tumafaciens (penyebab tumor pada tumbuhan)

Struktur Bakteri


­
Struktur bakteri menjelaskan tentang tindakan antibiotik tertentu, tetapi juga menjelaskan tentang kapasitas bakteri dalam mempertahankan diri.
Dinding Sel
Semua bakteri memiliki dinding sel kecuali bakteri berbentuk mikoplasma dan bakteri berbentuk L (bakteri yang terdegradasi). Dinding sel adalah suatu struktur berbentuk kaku yang diberikan untuk pembentukan bakteri, suatu struktur penting pada dunia bakteri, terdiri dari peptidoglikan (murein). Komposisinya berbeda tergantung apakah bakteri tersebut adalah bakteri berkomposisi GRAM(+) atau GRAM(-).
Peptidoglikan
Merupakan struktur heteropolimer dengan rantai polisakarida yang berkait satu sama lain ; alternasi N asetilglukosamin dan asam N asetilmuramat (senyawa khusus pada dunia bakteri): turunan senyawa kimia N asetilglukosamin.
Rantai polisakarida berhubungan satu sama lain dengan peptida, hubungan langsung dari satu rantai ke rantai lainnya atau hubungan tidak langsung melalui peptida lainnya.
Rantai tersebut adalah tetrapeptida, terhubung di satu sisi dengan asam muramik melalui jembatan interpeptida. Komposisi rantai tetrapeptida adalah variabel dengan asam amino rantai tingkat ke-3, terdiri dari jembatan yang umum terbentuk dengan tipe asam aminonya sendiri (Staphylococus Aureus : glisin).
Peptidoglikan memiliki fungsi yang berbeda:
  • Peptidoglikan memungkinkan bakteri mempertahankan bentuknya.
  • Peptidoglikan memungkinkan menahan tekanan osmotik perlawanan sampai 20 atmosfir.
  • Merupakan antigen, memungkinkan pembentukan Ig pada manusia.
  • Karena sensitif, peptidoglikan hanya untuk disinfektan berbasis fenol.
  • Stimulator imunitas/daya tahan tubuh berperan sebagai adjuvan.
  • Merupakan substrat dari imunitas yang tidak spesifik, dihancurkan oleh enzim bakteriofaga dan lisozim tertentu.
Bakteri dengan komposisi GRAM(+)
Bakteri dengan GRAM(+) memiliki dinding sel yang tebal, dengan ukuran dari 30 sampai 50 nm. Bergantung pada peptidoglikan asam teikoat, yaitu polimer dari ribitol fosfat dan dihubungkan dengan N asetilglukosamin.
Juga terdiri dari asam lipo-teikoat yang dibentuk oleh gliserol fosfat yang imunogenik, meningkatkan adhesi dan memiliki aksi toksisitas yang rendah.
Polisakarida memberikan spesifisitas antigen (polisakarida C pneumokokus, atau polisakarida C streptokokus).
Polisakarida C dapat membedakan jumlah tertentu streptokokus pada kelompok serologi. Yang paling penting adalah streptokokus ada pada kelompok AA: Aa yang merupakan patogenisitas.
Protein yang berkaitan langsung dengan peptidoglikan, atau dengan asam teikoat. Ion-ion Ca2+ mendominasi pada ikatan tersebut.
Bakteri dengan komposisi GRAM (-)
Dinding sel bakteri dengan GRAM(-) terdiri dari peptidoglikan dengan ukuran 3 sampai 5 nm (atau sampai 10 nm) sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri ini dikelilingi oleh membran luar yang terpisah dari tubuh bakteri dengan suatu ruang periplasmik, kurang lebihnya hal itu penting.
Membran tersebut mempunyai komposisi kimia kompleks. Terdiri dari bagian dalam fosfolipid dan bagian luar lipopolisakarida.
Lipopolisakarida termasuk protein yang disebut porin, karena keberadaannya memungkinkan adanya pori-pori yang berhubungan dengan bagian luar sitoplasma bakteri.
Melalui pori-pori memungkinkan adanya pergerakan elemen nutrisi dan antibiotik.
Permeabilitas pori-pori merupakan variabel yang selektif. Bagian tertentu yang lebih permeabel dari yang lainnya, adalah yang menjelaskan reaksi bakteri terhadap antibiotik.
Kasus khusus
Mikobakteri memiliki afinitas teintoriale yang tergantung pada struktur dinding sel. Pada kasus ini mengandung lipid 60 % yang terdiri dari asam mikolat dan gejala malam. Lipid tersebut terhubung oleh polisakarida kompleks dan protein.
Protoplas merupakan bakteri dengan GRAM (+) dimana hanya terdiri dari peptidoglikan. Bakteri berbentuk bulat, hanya hidup pada media hipertonik (sesuai dengan tekanan internal). Protoplas tidak dapat membagi dirinya sendiri. Protoplas terjadi setelah adanya suatu pengobatan terhadap antibiotik.
Sferoplas dengan bentuk L merupakan bakteri dengan GRAM(-). Dinding sel-nya masih ada pada beberapa bagian yang rusak akibat antibiotik, seperti penisilin. Sferoplas dapat berkembang biak pada media tertentu. Pada saat kita mengeluarkan antibiotik, sferoplas membentuk kembali inisialnya.
Mikoplasma tidak memiliki dinding sel.
Sifat-sifat dinding sel
Dinding sel dapat memberikan pewarnaan pada GRAM.
Dinding sel dapat mendukung antigenisitas.
Dinding sel dapat memberikan bentuk pada bakteri.
Dinding sel sensitif terhadap enzim-enzim tertentu.
Merupakan reseptor bakteriofaga.
Sensifitasnya pada beberapa antibiotik dapat mengganggu perkembangbiakan bakteri.
Perkembangbiakan bakteri sangat cepat. Bakteri E.coli dapat menghasilkan dua sel anak dalam 20 menit. Sebelum membelah, bakteri harus menaikkan volume selama multiplikasi ganda massa nya. Pada proses ini, bakteri tersebut menghancurkan dinding sel yang kaku, mengeluarkan autolisin, bertindak pada tingkatan beberapa ikatan kimia dari peptidoglikan. Pada saat bersamaan pada proses penghancuran, bakteri tersebut merekonstruksi dirinya sendiri berkat peptida yang memungkinkan fusi peptida.
Beta laktam bertindak di jembatan interpeptida pada dinding sel, mengikat protein, menciptakan dinding sel tipis, kemudian meledak, sehingga dapat membunuh bakteri. Dapat kita sebut PLP, protein yang terhubung dengan beta laktam.
Membran sitoplasma
Adalah membran trilaminar, dengan dua lapisan fosfolipid yang kutub hidrofob-nya saling berhadapan. Diantara lipid, terdapat protein. Tidak ada kolesterol, kecuali pada mikoplasma.
Untuk meningkatkan tindakannya, membran sitoplasma mengirimkan sitoplasma bakteri dalam ekspansi membran nya sendiri yang disebut mesosom sehingga dapat meningkatkan fungsi dari membran. Mesosom adalah hal umum pada bakteri. GRAM(+), dimana dapat menemukan sampai tiga mesosom. Pada kondisi umum, dua mesosom untuk GRAM (-).
Adalah suatu penghalang osmotik, dapat memungkinkan transfer pasif tetapi dimana ada perembesan, memungkinkan adanya tekanan aktif dari asam amino atau ion-ion mineral.
Banyaknya enzim pada membran yang digunakan dalam metabolisme energetik, mempunyai peran identik dengan mitokondria dalam sel-sel eukariotik (sering pada tingkatan atau lokasi sitokrom dan sitokrom oksidasi). Adalah suatu dampak utama pada substansi antimikroba seperti fenol.
Membran mempunyai suatu peran dalam pembelahan sel. Berkat mesosom yang dapat membentuk hubungan geografis antara membran dengan bahan inti, memungkinkan induksi pembelahan bakteri menjadi bahan inti, melalui membran lalu ke dinding sel. Ini merupakan pembagian dengan fisi. Dengan mikroskop elektron dimulai dengan invaginasi membran (pembelahan mesosom). Pada membran yang membelah kemudian menjadi menempel pada dinding sel. Mesosom dan dinding sel membentuk suatu septum pembelahan.
Pada saat septum selesai, seperti bahan inti, membelah menjadi 2 anak sel yang identik dengan ibu bakteri. Pembelahan seperti pada bahan inti, tetapi sulit untuk diamati.
Sitoplasma
Terdiri dari hidrogen koloid.
Terdiri dari protein, glusida, lipid, ion mineral seperti Ca2+, Mg2+, P.
Terdiri dari beberapa pigmen warna yang berbeda :
.Merah pada serratia.
.Biru pada pyocianin.
Pigmen-pigmen tersebut larut dan menyebar pada organisme.
Sitoplasma bekteri mengandung vakuola cadangan yang memberikan nutrisi pada bakteri pada saat bakteri berpuasa.
RNA : ada 15000 ribosom/bakteri yang mewakili 40% berat badan bakteri dari 90% total RNA.
Ribosom terdiri dari dua sub unit, 50 dan 30S.
Terkadang sitoplasma terdiri dari granulasi/butiran tertentu yang dapat megidentifikasi bakteri seperti pada kasus basil difteri.
Bahan inti
Pada bakteri yang beristirahat, ada bagian massa yang kecil bulat terletak di tengah. Pada basil, bentuknya memanjang. Bahan inti tidak memiliki membran, bahan mitosis, nukleolus. Berbentuk fibril, mempunyai DNA dan protein dasar. Fibril mempunyai diameter 2 sampai 8 nm. DNA double-stranded, telanjang, berukuran panjang 1 mm pada bakteri E. coli.
DNA bakteri mempunyai suatu bagian pusat dengan lingkaran penuh : kaki-kaki yang dibentuk RNA.
DNA superkoil, dan pada DNA-nya terdapat banyak protein.
Adalah pendukung apa saja yang dimiliki bakteri, dan juga pendukung mutasi; pada tingkatannya yang melakukan kombinasi ulang genetik. Dan juga merupakan tempat beraksinya beberapa antibiotik tertentu, khususnya quinolon, rifamycin.
Plasmid
Adalah DNA sirkular, di bagian luar bahan inti. Yang terkadang mengatur ketahanan terhadap antibiotik. Juga merupakan sumber dari resistansi antibakteri, berkat sekresi bakteriosin. Terdiri dari plasmid-plasmid yang tahan terhadap antiseptik.
Kapsul bakteri
Ada pada bakteri patogen, bisa mempunyai lapisan lendir tipis ataupun tebal. Strukturnya terdiri dari polisakarida dengan satu atau dua jenis dari gula.
Untuk membedakan spesies bakteri, bakteri mengeluarkan bentuk kapsul tertentu yang bertanggung jawab terhadap keberadaan berbagai serotipe yang berbeda (pneumokokus, hemophilus influenzae).
Vaksin terhadap penyakit harus memberikan serotipe yang berbeda pada masing-masing negara.
Kapsul dapat berarti polipeptida seperti pada bacillus anthracis.
Kapsul tidak berada pada produksi patogen, dan menghilang pada saat pembudidayaan-nya di laboratorium. Menempatkan koloni bakteri pada bentuk halus, mempunyai bentuk kasar (Smooth->Rough). S sebagai pathogen, R tidak.
Sifat kapsul :
  • Melindungi bakteri dari lingkungan-nya sendiri dan mencegah masuknya zat antibakteri.
  • Memungkinkan klasifikasi, dengan memberikan warna pada latar belakang bakteri dengan tinta cina.
  • Mempunyai peran pada patogenesis dan perlindungan terhadap PN.
  • Mempunyai peran imunologi dalam penggunaan nya pada vaksinasi tetapi mempunyai peran lemah dalam imunogenik sehingga harus menambahkan elemen pada vaksin adjuvan.
Selama masa infeksi, kapsul diletakkan bebas pada media organik dan dapat diberikan antigen di dalamnya.
Flagelum
Adalah elemen lokomotor, flagelum hanya terdapat pada spesies basil, vibrio atau spiroseta.
Adalah elemen berbentuk tabung cambuk dan berliku-liku dengan diameter dari 10 sampai 20 nm dan dengan panjang 20ยต. Hal ini hanya dipunyai oleh sebuah (vibrio), dan juga berada di keseluruhan sekeliling (basil e. coli).
Flagelum dikomposisikan dari suatu protein flagelin yang berukuran 40000 dalton.
Flagelum melekat di tubuh bakteri pada sebuah granula.
Peran:
Digunakan dalam mobilitas bakteri, pada klasifikasi, dan berperan pada imunologi: AG H pada gerakan bakteri tertentu GRAM (-) seperti (Salmonella).
Pada kasus demam tifoid, kita dapat mencari AC H yang terbentuk.
Pilus
  • Bentuk umum: berbentuk pendek, kaku. Terbentuk dari protein dan mempunyai peran dalam fiksasi bakteri dan kolonisasi. Memungkinkan bakteri untuk mengikat pada reseptor tertentu.
Seksual: dari 1 sampai 4, pilus berbentuk lebih besar, dan disebut dengan faktor F.
Spora
Hanya ada pada beberapa golongan bakteri berbentuk basil.
Dapat berada pada kondisi yang tidak menguntungkan: kondisi dingin, kondisi panas, dapat bertahan pada temperatur sampai 120°C selama 45 menit, kondisi ini sangat menentukan pentingnya daya sterilisasi autoklaf.
Dapat sebagai pusat dalam bakteri Bacillus anthracis, di salah satu ujung (Clostridium), atau terminal (Clostridium tetani).
Peran:
Spora yang mengarah pada resistensi bakteri, adalah suatu elemen klasifikasi bakteri. Berfungsi sebagai kontrol sterilisasi.
PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL
Penyakit periodontal dapat didefenisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal.2 Bentuk umum dari penyakit ini dikenal sebagai gingivitis dan periodontitis.5 Penyebab utama penyakit periodontal adalah bakteri.2,3 Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara bakteri dalam menyebabkan penyakit periodontal.
2.1. Jenis-jenis Bakteri pada Penyakit Periodontal
Lebih dari 400 spesies bakteri teridentifikasi pada plak subgingiva.6 Bakteri yang terlibat sebagai patogen pada penyakit periodontal didominasi spesies bakteri gram negatif dan anaerob.5
Tabel 1. Spesies bakteri yang terlibat sebagai patogen pada
periodontitis (Lamont RJ, Lantz MS, Burne RA,
LeBlanc DJ, Washington DC:ASM Press, 2006:256)
Spesies gram negatif anaerob
Porphyromonas gingivalis
Tannerella forsythia
Fusobacterium nucleatum
Prevotella intermedia dan P. nigrescens
Campylobacter rectus
Treponema denticola dan Spirokheta yang lain
Spesies gram negatif fakultatif
Actinobaccilus actinomycetemcomitas
Eikonella corrodens
Spesies gram positif anaerob
Eubacterium nodatum
Peptostreptococcus micros
Streptococcus intermedia
 
 
writer by; febry indra wahyudi