Setelah membahas fase farmasetik, sekarang kita bergerak ke fase kedua yang harus dilalui obat untuk sampai ke tempat kerjanya, yaitu fase farmakokinetik.
Fase farmakokinetik berkaitan erat dengan proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) obat dalam tubuh. Proses ADME ini nantinya menentukan kadar obat dalam tubuh. Setiap obat memiliki karakteristik ADME yang berbeda. Contohnya ada obat yang hanya butuh 1 jam untuk diabsorpsi secara sempurna oleh tubuh, tapi juga ada obat yang butuh waktu berjam-jam agar bisa diabsorpsi oleh tubuh.
Mari kita mulai dari absorpsi terlebih dahulu. Absorpsi adalah proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain tergantung dari kecepatan melarut obat pada tempat absorpsi, derajad ionisasi obat itu, pH dimana tempat obat tersebut diabsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.
Kelarutan
Seperti yang pernah kita bahas, agar bisa diabsorpsi obat harus melarut terlebih dahulu di tempat absorpsi. Sehingga kecepatan melarut obat akan sangat menentukan seberapa cepat ia akan diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Maka dari itu obat dalam bentuk larutan adalah obat yang paling cepat untuk diabsorspi. Hal ini dikarenan obat dalam bentuk larutan sendiri sudah melarut sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi daripada sediaan lain seperti serbuk, tablet, dan sebagainya yang perlu waktu untuk melarut pada tempat absorpsi. Untuk itu, sebaiknya sediaan obat padat diminum dengan cairan yang cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat.
pH
Selain dari kecepatan melarut, kecapatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH tempat obat melarut maupun pH dari obat itu sendiri. Ketika obat belum masuk ke dalam tubuh kebanyakan bentuknya adalah non ionik, dan ketika obat itu masuk ke dalam tubuh dan melarut dalam cairan tubuh, si obat tadi yang awalnya tak terion bisa berubah menjadi senyawa yang terion. Hal ini dikarenakan terdpata perbedaan pH dari obat dengan tubuh.
Misalnya saja ada obat basa lemah yang masuk tubuh. Begitu obat tersebut masuk ke dalam lambung, maka obat tersebut akan terionisasi karena lambung mempunyai suasana asam. Mari kita ingat-ingat kembali saja pelajaran kimia SMA, jika ada dua senyawa satunya basa satunya asam maka nantinya akan terjadi reaksi. Hal ini berbeda jika senyawa itu sama-sama asam atau sama-sama basa, mungkin terjadi reaksi perubahan, tetapi tidak sedrastis kalau beda pH CMIIW (Correct Me If I Wrong).
Seperti yang kita ketahui bahwa struktur dari membran sel tubuh kita sebagian besar adalah lemak, dan kebetulan sekali obat yang relatif tak terionkan (karena menurut saya pastilah ada sedikit yang terionkan) akan lebih mudah menembus membran sel sehingga bisa diabsorpsi oleh tubuh.
Sebagai contoh kita ambil saja aspirin yang bersifat asam. Aspirin ini nantinya akan lebih mudah menembus membran lambung yang asam daripada menembus dinding usus halus. Hal ini dikarenakan ketika di lambung, aspirin relatif tak terionkan sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi membran sel di lambung. Sedangkan obat-obat basa lemah akan lebih mudah diabsorpsi di usus halus karena di usus halus relatif tidak terionisasi.
Tempat Absorpsi
Selain kelarutan dan pH, kecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh dimana obat tersebut diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat semakin cepat jika luas permukaan membran semakin luas, dan bertambah lambat ketika mambran tersebut semakin tebal.
Kita ambil contoh obat oral. Obat oral sebagian besar diabsorpsi di usus halus, karena di usus halus memiliki membran luas permukaan terluas daripada di lambung yang hanya memiliki luas permukaan yang sempit. Selain itu pada usus halus jaringan epithelnya tipis sehingga lebih mudah digunakan untuk menyerap obat daripada menembus membran kulit yang berlapis (bayangkan dikulit harus melalui epidermis, endodermis, dan lain sebagainya terlebih dahulu).
Sirkulasi Darah
Faktor terakhir yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah sirkulasi darah dimana obat tersebut diabsorpsi. Obat yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah) akan lebih cepat diabsorpsi karena di bawah lidah terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih lambat diabsorpsi karena aliran darah pada kulit sangat lambat.
Seri Kuliah Farmakologi
Fase farmakokinetik berkaitan erat dengan proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) obat dalam tubuh. Proses ADME ini nantinya menentukan kadar obat dalam tubuh. Setiap obat memiliki karakteristik ADME yang berbeda. Contohnya ada obat yang hanya butuh 1 jam untuk diabsorpsi secara sempurna oleh tubuh, tapi juga ada obat yang butuh waktu berjam-jam agar bisa diabsorpsi oleh tubuh.
Mari kita mulai dari absorpsi terlebih dahulu. Absorpsi adalah proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain tergantung dari kecepatan melarut obat pada tempat absorpsi, derajad ionisasi obat itu, pH dimana tempat obat tersebut diabsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.
Kelarutan
Seperti yang pernah kita bahas, agar bisa diabsorpsi obat harus melarut terlebih dahulu di tempat absorpsi. Sehingga kecepatan melarut obat akan sangat menentukan seberapa cepat ia akan diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Maka dari itu obat dalam bentuk larutan adalah obat yang paling cepat untuk diabsorspi. Hal ini dikarenan obat dalam bentuk larutan sendiri sudah melarut sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi daripada sediaan lain seperti serbuk, tablet, dan sebagainya yang perlu waktu untuk melarut pada tempat absorpsi. Untuk itu, sebaiknya sediaan obat padat diminum dengan cairan yang cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat.
pH
Selain dari kecepatan melarut, kecapatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH tempat obat melarut maupun pH dari obat itu sendiri. Ketika obat belum masuk ke dalam tubuh kebanyakan bentuknya adalah non ionik, dan ketika obat itu masuk ke dalam tubuh dan melarut dalam cairan tubuh, si obat tadi yang awalnya tak terion bisa berubah menjadi senyawa yang terion. Hal ini dikarenakan terdpata perbedaan pH dari obat dengan tubuh.
Misalnya saja ada obat basa lemah yang masuk tubuh. Begitu obat tersebut masuk ke dalam lambung, maka obat tersebut akan terionisasi karena lambung mempunyai suasana asam. Mari kita ingat-ingat kembali saja pelajaran kimia SMA, jika ada dua senyawa satunya basa satunya asam maka nantinya akan terjadi reaksi. Hal ini berbeda jika senyawa itu sama-sama asam atau sama-sama basa, mungkin terjadi reaksi perubahan, tetapi tidak sedrastis kalau beda pH CMIIW (Correct Me If I Wrong).
Seperti yang kita ketahui bahwa struktur dari membran sel tubuh kita sebagian besar adalah lemak, dan kebetulan sekali obat yang relatif tak terionkan (karena menurut saya pastilah ada sedikit yang terionkan) akan lebih mudah menembus membran sel sehingga bisa diabsorpsi oleh tubuh.
Sebagai contoh kita ambil saja aspirin yang bersifat asam. Aspirin ini nantinya akan lebih mudah menembus membran lambung yang asam daripada menembus dinding usus halus. Hal ini dikarenakan ketika di lambung, aspirin relatif tak terionkan sehingga lebih mudah untuk diabsorpsi membran sel di lambung. Sedangkan obat-obat basa lemah akan lebih mudah diabsorpsi di usus halus karena di usus halus relatif tidak terionisasi.
Tempat Absorpsi
Selain kelarutan dan pH, kecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh dimana obat tersebut diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat semakin cepat jika luas permukaan membran semakin luas, dan bertambah lambat ketika mambran tersebut semakin tebal.
Kita ambil contoh obat oral. Obat oral sebagian besar diabsorpsi di usus halus, karena di usus halus memiliki membran luas permukaan terluas daripada di lambung yang hanya memiliki luas permukaan yang sempit. Selain itu pada usus halus jaringan epithelnya tipis sehingga lebih mudah digunakan untuk menyerap obat daripada menembus membran kulit yang berlapis (bayangkan dikulit harus melalui epidermis, endodermis, dan lain sebagainya terlebih dahulu).
Sirkulasi Darah
Faktor terakhir yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah sirkulasi darah dimana obat tersebut diabsorpsi. Obat yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah) akan lebih cepat diabsorpsi karena di bawah lidah terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih lambat diabsorpsi karena aliran darah pada kulit sangat lambat.
Seri Kuliah Farmakologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar